Aku pernah menjadi anak kecil. Tapi aku baru menyadarinya ketika anak-anak mulai beranjak besar. Iya, karena aku mengingat beberapa kejadian di masa kecil. Itu membekas sampai sekarang. Dalam artian aku masih ingat ucapan hingga runtutan kejadiannya.
Padahal aku sudah hidup lama. Aku sudah tua. Aku memiliki begitu banyak momen. Sayangnya, tidak semua saya ingat. Tapi ada kejadian yang masih teringat dan bisa muncul kembali.
Momen yang membekas itu apa?
Salah satunya ketika aku masih SD. Ada momen dimana ada salah satu yang bisa dibilang saudara berada di samping ketika menonton televisi. Jaman itu televisi masih sangat berjaya. Nah, aku lupa kalau dia bukan ibu sendiri.
Lantas saudara aku rebahan di pangkuannya. Entah kenapa, saking polosnya saya. Aku lupa sesuatu. Aku tiba-tiba saja. Tanpa pikiran apa pun, lantas ikut merebahkan kepala di pangkuannya.
Apa yang terjadi berikutnya?
Dia menepis kepala aku agak kasar. Dan bilang,”Kamu siapa? Wong bukan anakku. Kok malah ikutan rebahan.” Tentu saja dengan bahasa jawa.
Aku otomatis mengangkat kepala dengan badan masih setengah tegak. Karena dari posisi rebahan ga jadi.
Aku kaget saat melihatnya.
Apa yang aku lakukan setelahnya?
Sejak saat itu benar-benar kuingat agar tak mengulangi hal yang sama.
Saat itu aku sedih. Tapi karena sudah terbiasa maka ya seperti tak ada kejadian itu.
Apakah ada momen lainnya?
Lantas pernah lagi ada momen dimana membeli buku-buku pelajaran. Dia meminta uangku. Padahal aku memang saat itu memang ingin tahu berapa jumlahnya. Lalu akan menyerahkan uangnya. Seingatku dulu memang diminta untuk menuliskan keperluan bukunya apa saja. Aku juga mempersiapkan uang juga. Sudah kubawa tepatnya.
Orang tersebut bilang begini,”Mana uangnya. Masak mau minta dibayarin, kamu kan bukan anakku.”
Momen-momen seperti itu sangat membekas dalam ingatan. Sampai sekarang. Kadang suka muncul aja gitu.
Bersyukur sebelum aku teringat itu. Aku mendidik anak-anakku dengan tidak mengucapkan hal yang sekiranya akan menyakitkan yang lain. Menyakitkan dalam artian itu akan membuat satu tempat khusus yang akan muncul sewaktu-waktu kelak.
Apakah aku bersikap sama? Dan bagaimana dengan anak-anakku?
Sejak masih piyik, mereka sama sekali tak aku perbolehkan berkata kasar, saru, jorok, dll.
Lha, di sekolah apa tidak ada yang berkata kasar?
Tentu ada. Banyak malah.
Tapi selama kamu membentengi mereka dengan baik. Semua itu tidak akan terjadi.
Caranya bagaimana agar anak bisa memperhatikan tiap ucapan dan tak pernah berkata kasar, saru, jorok, juga segala macam binatang?
Caranya dengan memberitahukan kepada mereka tentang apa yang boleh diucapkan atau tidak.
Kalau mereka mendengar kata asing, mintalah mereka untuk menyimpan dan bertanya kepada aku ibunya.
Jangan tergoda untuk menanyakan kepada sembarang orang. Iya kalau mereka memberi jawaban yang benar dan tepat? Kalau tidak? Bahaya.
Jangan pernah tergoda untuk mengatakannya di depan orang lain. Meski ketika mereka melihat teman lainnya tertawa setelah mendengar umpatan. Kata kasar, makian, dan umpatan itu tidak lucu.
Meski tahu artinya jangan sampai mengucapkannya. Karena itu tidak diperbolehkan. Tak patut.
Anak laki tidak harus berkata kasar, jorok, memaki, dan mengumpat. Tak ada keharusan itu meski untuk ingin diakui teman-temannya.
Dan mendidik mereka menjaga ucapannya. Jangan sampai melukai. Bagaimana mereka bersikap.
Berbicara sebaik-baiknya itu lebih baik. Kita memang tak pernah tahu bagian mana yang akan menyakitkan orang lain. Tapi minimal kita sudah menjaga agar ucapan tidak serampangan.
Dan ternyata itu berhasil. Bagaimana saya tahu?
Ternyata teman-temannya pernah bilang begini.
“Ibu, el dan kee anak baik ya bu.”
“Oh ya?”
Aku sengaja memancingnya dan sebenarnya juga kaget dengan ucapan tersebut.
“Kita ga pernah lho bu. Denger el dan adiknya ngomong kasar. Ngumpat dan maki kaya lainnya.”
“Iya, bener banget. Ga pernah ngomong yang nyakitin. Beda sama si A dan si B.”
Sebenarnya masih banyak lainnya. Tapi itu yang paling membuat aku merasa bangga dengan mereka. Ada atau tidak ada ibunya di dekat mereka. Mereka tetap menjaga ucapannya dari kata kasar, makian, dan umpatan.
Dan itu tak hanya diucapkan oleh anak-anak. Ada guru, kepala sekolah, orangtua murid, kakek nenek murid, lingkungan lama, relasi, klien, teman saya dan suami, dll.
Suami selalu menjawab, kalau tanya cara mendidik anak, tanya saja ke istriku.
Iya banyak yang nanya keheranan kenapa el dan kee begini dan begitu. Yang memang jarang dilakukan pada anak kecil.
Aku juga bilang ke anak-anak. Apa yang ami ajarin ini akan terpakai hingga kalian dewasa. Kalian akan tahu, oh iya ternyata ami bener. Kalau memang bagus. Ajarkan ini ke anak cucu kalian ya.
Ini bukan hal yang sederhana tapi akan mencegah orang lain merekam sesuatu hingga menua.
Sayangnya ini tidak diajarkan oleh orangtua lainnya. Iya, anak tidak bisa dilepas begitu saja. Orangtua harus tahu anaknya ngapain aja dan ajarin. Jangan sampai anak ngumpat dan maki eh dia jawab begini. “Lha dia itu niru anak orang lain.”
Lha anak-anakku sering dan terbiasa mendengar itu semua. Tapi tak mengucapkan itu?
Semoga cerita saya bisa bermanfaat ya. Silakan save dan share ke teman lainnya. Bila bisa memberikan manfaat.