Renungan Tentang Masa Depan Seorang Anak
Ada berapa anak yang seberuntung anak-anakku? Pikiran itu terus saja mengulang di benak saya akhir-akhir ini. Berita seputar anak-anak, entah disiksa, ditelantarkan, dikucilkan dan diusir dari tempat tinggalnya, cukup menguras pikiran saya. Bagaimana peran orang dewasa tidak bersikap dewasa sebagaimana mestinya. Ini sangat mengganggu sekali.
Tentu Anda masih ingat dengan jelas, soal Engeline atau anak lain yang disiksa orang dewasa yang seharusnya menjaga dan terus merawatnya dengan baik. Atau lima anak yang ditelantarkan oleh kedua orang tuanya yang ternyata kecanduan narkoba, ironis dengan pekerjaan sang ayah sebagai dosen, yang seharusnya mengetahui baik buruknya narkoba.
Terakhir, kasus anak pengidap HIV turunan dari orang tuanya, yang dikucilkan dan diusir dari tempat tinggalnya, parahnya sanak kerabat tak ada yang menolong. Beruntung dia memiliki kakak yang baik dan bertanggung jawab, pihak rumah sakit dan petugas yang memberikan perawatan dan pengobatan gratis, petugas yang patungan untuk ketiga kakak beradik itu.
Kasus ini entah kenapa tidak mencuat, sehingga tidak ada yang komentar. Andai kisah ini populer, tentu, tanpa disadari, seluruh media akan kompak memberikan edukasi secara langsung mengenai HIV Aids, tak menutup kemungkinan ini akan sampai ke daerah-daerah yang belum terbuka wawasannya mengenai hal itu. Ketakutan mereka adalah soal penularan HIV. Mereka takut soal itu. Saya mungkin harus mencari tahu soal relawan yang sering sosialisasi. Relawan itu butuh partisipasi dari orang yang peduli dan membantu mereka memgedukasi masyarakat.
Sedikit yang menjadi sesal saya, anak ini sudah tiga tahun menjalani
kehidupan tak menyenangkan itu. Tak terbayang, bagaimana mereka melalui hari demi hari, diusir kesana kemari. Meski banyak juga yang berbaik hati. Kondisi lingkungan luar rumah juga tak kondusif bagi kondisi anak itu. Makan dan minum bisa jadi, sembarangan.
Terlalu banyak waktu yang terlewat tanpa memberi tahu ke media, entah cetak atau online, elektronik, atau melalui sosial media. Aktivitas kebanyakan orang mulai tahun 2012 dalam bermain dan mencari uang melalui media sosial cukup tinggi. Ya sudahlah, semoga ini menjadi pelajaran banyak pihak, kita bisa menolong dengan berbagai cara.
Saya sangat menyetujui apabila ada rumah singgah bagi mereka, pengidap HIV dan keluarganya. Sama seperti kasus anak ini, dia memiliki kakak yang sangat peduli dengannya. Dengan mereka berada di tempat yang kondusif, dengan perawatan dan pengawasan, perhatian dari orang-orang ( andai keluarganya juga menerima, tentu ini akan lebih berpengaruh positif bagi dirinya), akan memberikan pengaruh positif dan dia bisa bertahan hidup.
Sungguh, pikiran ini cukup mengganggu saya. Ketika anak saya tertidur, saya memandangi mereka. Saya bersyukur, mereka bisa tidur di kasur, dengan bantal dan selimut hangat, terlindung dari panas atau hujan. Saat mereka makan, saya bersyukur, mereka bisa makan dan minum dengan suasana hangat. Mereka bisa mandi, tanpa harus berpikir mandi dimana, tidur dimana. Mereka bisa bermain dengan hati riang, tempat bersih dan nyaman. Tak harus menyusuri jalan panjang, gelap, dingin, dan mungkin tidak nyaman untuk anak-anak. Setiap saya memandang mereka, saat itu juga bayangan tentang aktivitas anak pengidap HIV dan kakak-kakaknya melintas. Seolah saya bisa melihat dan mengenal mereka sehari-hari, bisa jadi itu imajinasi saya. Entahlah.
Saya membayangkan bagaimana mereka bermain, bermain apa, dimana? Tentu mereka tak bisa memiliki mainan, atau kalau ada, juga mainan biasa. Bagaimana dengan baju, sandal, dan peralatan lainnua? Apakah mereka juga belajar. Apa pikiran saat melihat anak lain yang mungkin sedang berjalan di hadapannya, bersama kedua orang tuanya, bersekolah, memegang hape ( bisa jadi android), dengan mainannya yang menarik. Apakah mereka harus melihat orang-orang yang sedang makan di rumah makan. Bersyukur, kakaknya tidak menyuruh adiknya mengemis, mereka juga Alhamdulillah tidak diculik, dan benar-benar dilindungi. Saya salut dengan kakaknya ini yang berusia 24 tahun ini dan 10 tahun. Dia juga menemani adiknya.
Saya juga tercekat, ketika terungat usia mereka, tidak merasakan sekolah.
Pekerjaan kakaknya adalah mengamen karena ingin bekerja dan membawa adik-adiknya. Mungkin sekarang, saya akan lebih memandang, siapa tahu semua pengamen itu memiliki keluarga dan masalah pelik, jalan menjadi pengamen adalah salah satu pilihan untuk menghidupi mereka. Kita tak pernah tahu, betapa uang pemberian Anda akan bermanfaat besar bagi mereka. Jangan berpikir, ah uang itu pasti untuk mabuk, uang itu hanya akan untuk foya-foya. Alhamdulillah selama ini saya tidak begitu. Ini sedikit melegakan diri sendiri.
Kisah-kisah ini mungkin PR besar bagi kita semua. Saya berharap kelak, bisa menjadi bagian dari mereka yang aktiv melakukan kegiatan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia. Saya ingin menjadi bagian dari gerakan itu. Karena saya merasa tak berguna, ketika belum memberikan sumbangsih. Amin.
Gerakan awal saya, memberikan kenyamanan bagi anak-anak saya. Membuat mereka tetap menjadi anak yang seharusnya masih memiliki kegiatan bermain. Merawat, mengasuh, memberi perhatian untuk mereka. Semoga kami selalu sehat, diberi usia panjang, rejeki banyak, agar bisa mengurus mereka dengan baik, membaginya dengan anak-anak tak beruntung, kelak. Impian saya seperti itu.
(Visited 39 times, 1 visits today)