Artikel ini bukan bicara tentang religiusnya seseorang. Justru akan bercerita tentang betapa manusiawinya seseorang hingga menuliskan ini. Bagaimana tidak? Orang ini justru merasakan sesuatu yang aneh dan tak biasa. Tentang hubungan manusia dengan Tuhannya.
Hanya sebelumnya mari kita tegaskan bahwa iman itu acapkali naik turun. Kalau mau jujur lho ya. Terutama perempuan yang usai mengalami menstruasi. Mereka mengalami jeda yang cukup lama. Ada yang hampir satu minggu lebih. Tidak semua. Tapi banyak yang begitu.
Seseorang ini katakanlah bernama Jasmine. Dia semenjak kecil memang terbilang anak yang rajin sholat. Tidak pernah terputus. Apalagi saat tahu masjid ada di sekitar rumahnya. Kalau shubuh dan maghrib, dia memilih berangkat ke masjid. Belum lagi soal puasa senin kamis yang tidak pernah dia tinggalkan sejak kecil. Apalagi saat SMA. Dia rutin melakukannya.
Lantas, karena beberapa hal yang terjadi. Dia mulai terasa jauh dengan Tuhannya. Meski tidak serajin dulu dalam beribadah. Jasmine tetap selalu mengingat Tuhannya. Tidak pernah sekali pun terpikirkan untuk meninggalkan agamanya. Dia juga selalu pandai bersyukur atas ujian yang datang. Iya, Jasmine sendiri sadar. Dia terasa naik turun imannya. Saat imannya memuncak. Dia tak ketinggalan satu pun ibadahnya. Meski dia sudah lama ingin puasa seperti dulu. Saat imannya melemah, Jasmine juga sadar. Sadar sudah berjuang mati-matian untuk beribadah.
Hal yang tidak diakui banyak orang adalah memaksakan diri untuk beribadah. Ada beberapa orang yang untuk beribadah saja, dia harus memaksakan diri. Apalagi kalau mengalami “jeda”. Padahal untuk beribadah setelah “jeda” itu sesuatu yang sangat sulit bagi sebagian orang. Dia harus mati-matian menghentikan aktivitasnya dengan tidak menunda. Kalau menunda. Tahu-tahu sudah waktu sholat berikutnya.
Lalu, suatu saat kepalanya begitu berisik. Jiwanya tidak tenang. Seperti ada gemuruh dalam hatinya yang sulit padam. Ya, bisa jadi karena ada bentuk kemarahan yang meski terlihat mereda. Tetapi meninggalkan jejak luka yang tak akan pernah sembuh hingga dia tiada. Rasa sakit itu akan selalu muncul sewaktu-waktu tanpa dia tahu dan ingin.
Lalu dia kembali sujud. Dia berdoa. Bangun tiap tengah malam langsung melakukan tahajud. Memanjatkan doa yang sama setiap harinya. Dia juga berusaha untuk bisa beribada tepat waktu. Setiap hari. Bahkan Jasmine tidak lupa untuk tadarus. Dia mengaji tiap usai sholat shubuh. Bahkan tanpa terasa dia sudah mengaji berlembar-lembar. Bukan karena ada tujuan. Dia begitu saja melakukannya. Dia hanya selesai shubuh lantas meraih Al Quran berikut kacamata bacanya. Kemudian duduk di kursi samping rumahnya. Kadang di teras.
Lambat laun kebiasaannya pun makin menjadi. Dia kembali mengaji di waktu maghrib. Sama persis ketika dia masih kecil hingga besar. Sampai berkali-kali katam. Tak ada perayaan apa pun seperti orang lain yang katam. Ada yang tahu berapa kali Jasmine katam? Dia sampai lupa jumlahnya. Yang dia ingat terakhir lebih dari 10 kali.
Tanpa sadar, Jasmine juga mengaji seusai sholat ashar. Berlembar-lembar pula. Kemudian matanya menatap angka 27. Ternyata tinggal sedikit lagi dia akan katam untuk ke sekian kali. Dia tertegun. Jasmine telah merasakan ketenangan jiwa. Kepalanya sudah tidak berisik. Hatinya pun tenang dan adem. Damai sekali. Bahkan berulang kali dia bisa mengatakan sesuatu.
Dan, boom!
Saat dia mengantarkan anaknya ke sekolah. Duduk di depan kelas anak. Ada sesuatu yang sudah menjadi rutinitasnya selama dia menjadi wanita. “Tamu” itu akhirnya datang. Apa yang terjadi? Dia merasa sedih teramat sangat. Perasaan bahwa dia kehilangan momen dimana begitu dekat dan nyata dengan Tuhannya. Dia berharap bahwa rutinitas itu tidak berhenti karena jeda.
Rupanya, harapannya terkabul. Dalam masa “jeda” tersebut. Jasmine justru merasa rindu untuk beribadah kembali. Dia menunggu waktu untuk bisa sujud, mengaji, dll. Kerinduan itu terasa membesar. Hingga tinggal satu hari saja. Dia sudah tak sabar. Perasaan tenangnya itu sudah seperti candu baginya. Allah juga seperti menyelesaikan masalah yang ada tanpa ada dalam doanya. Bukankah Allah itu Maha Tahu? Cara menolong Allah memang tidak terasa nyata. Bisa melalui menggerakkan makhluk ciptaan-Nya ke arah pertolongan yang sudah dipersiapkan Allah. Doa Jasmine bisa jadi sudah mencakup banyak hal. Allah membantu sesuatu yang menurut terjemahan sifat ke-Tuhan-an, sudah tercakup dalam doa yang dipanjatkan Jasmine.
Kira-kira, apakah ada yang sama dengan apa yang dirasakan Jasmine? Kerinduan beribadah lagi saat mengalami “jeda”. Ibadah yang terasa bagai candu. Mengingat ketenangan yang diinginkan Jasmine terasa sekali. Bener-bener bagaikan tanah yang disiram air. Baunya sangat enak dan menenangkan. Pikirannya juga tidak ramai. Bahkan cenderung tenang. Bagaikan hidup di pedesaan area persawahan. Yang setiap malam terdengar suara krik krik. Sangat syahdu.
Jasmine hanya ingin merasa tenang dan bahagia. Bukankah seorang ibu juga harus memiliki kedua hal itu demi buah hatinya? Dia juga ingin kembali menekuni pekerjaannya dengan perasaan damai. Karena banyak sekali pekerjaan bisa terbengkelai karena ujian yang datang tanpa diduga. Dan menghancurkan berbagai sisi hidup seseorang. Padahal penyebabnya bukan dia. Tapi dari orang lain. Selama Jasmine bertekat. Tak akan ada yang tak mungkin. Seperti kata Muhammad Ali, “Nothing is Imposible.”
Mari tenang dan bahagia…..
Itu kata yang akan selalu dimimpikan seorang Jasmine. Dan bisa jadi, Jasmine Jasmine lainnya….
Bukan, begitu?
