Selama lima minggu ini, saya menonton drama korea yang cukup manis, menyenangkan, berkesan, pemerannya memiliki chemistry yang kuat, dan menggambarkan apa yang ada di pikiran juga. Wah menarik nih. Kira-kira keresahan apa ya? Drama korea itu berjudul Soundtrack #1 dan tayang di aplikasi Disney Hotstar plus.
Drama ini awalnya bercerita tentang persahabatan antara laki dan perempuan sejak sekolah. Kira-kira mereka sudah menjalin persahabatan itu selama 19 tahun. Serunya adalah laki-laki ini menaruh perasaan kepada si perempuan. Tapi dia sama sekali tak menyadarinya. Dia kira ini hanya rasa sayang antara teman saja, tak lebih.
Sementara si perempuan terus menerus jatuh cinta dengan pria lain. Selama itulah lelaki ini terus ada. Bahkan tetap ada di sisinya. Kapan pun perempuan ini membutuhkannya atau tidak. Lalu akhirnya lelaki itu menghilang selama setahun.
Ada yang menarik di sini. Soal cara pandang si perempuan yang ternyata suka warna pink dan coklat ini. Sama seperti saya. Hahaha…. Kebetulan yang menyenangkan kan? Dan baru kali ini saya menemukan cara pandang dan berpikir perempuan ini terhadap hubungannya dengan si lelaki ini (sahabatnya). Seperti menterjemahkan apa yang saya pikirkan selama ini.
Ternyata dia sama. Dia berpikir bahwa pertemanan itu lebih baik daripada jadi sepasang kekasih yang nantinya akan pergi juga. Dia tak mau berpisah dengan temannya ini. Memang lambat laun dia diberi tahu kanan kiri. Tapi dia tetap tetap tak menyadari bahwa si lelaki ini menaruh rasa. Saya sendiri juga begitu. Saya saking nyamannya berteman sampai tak tahu bahwa sahabat tersebut menaruh rasa. Harus kanan kiri atau sahabat dari sahabatnya dan pihak lainnya yang bilang. Entah saking tulus atau polos. Ya begitulah.
Saya memang pernah memiliki beberapa sahabat baik dan mereka adalah laki-laki. Selama ini saya memang menganggap sebagai sahabat. Hingga pada akhirnya banyak yang mengatakan bahwa dia menyukai saya. Tapi selama itu saya selalu bilang kita teman. Bahkan baik di depan dia maupun melalui telepon. Padahal lama kelamaan juga terlihat jelas kalau dia begitu perhatian. Saya juga berteman baik dengan ibunya. Sangat dekat dengan keluarganya. Kalau bertemu di jalan, ibunya akan teriak memanggil saya. Bahkan kalau bertemu di kondangan pun, ibunya akan teriak. Hingga pada akhirnya ibunya mengenal ibu saya. Setelah sekian tahun lamanya.
Hubungan kami begitu baik dan saya ga mau merusaknya (setelah tahu perasaannya). Pikir saya waktu itu, kalau itu jadi sebuah hubungan percintaan. Tentu akan jadi rusak bila kelak kami putus. Saya sampai berpikir sejauh itu. Dia ini lelaki baik-baik. Sesuai dengan kriteria saya. Bahkan jauh sebelum bertemu dengannya. Saya sebenarnya sudah sering dengar namanya selalu diceritakan oleh banyak perempuan.
Maka, saya juga kaget kenapa pada akhirnya bisa bertemu dengannya. Hingga begitu dekat. Saat saya puasa, dia juga ikutan puasa. Malah dia bilang kalau dia sekarang ikutan puasa. Dia ini sangat rajin sholat, puasa syawal, tidak merokok, putih, dan terbilang pintar. Sangat lurus dan on track. Bukan tipe aneh-aneh. Pantas saja banyak perempuan yang suka padanya. Bahkan beberapa orang yang saya kenal pun sering bercerita. Kadang saya penasaran bagaimana perasaan perempuan yang pongah dan pernah memfitnah saya dengan cara yang sangat halus itu kalau tahu, ternyata saya sampai sedekat itu dengan dia? Hahaha….
Bahkan kami juga sering pergi bareng, dll. Tapi saya juga merasa bahwa kami adalah teman tak lebih. Itu yang selalu saya tekankan. Dia juga hanya diam. Meski demikian. Dia tak pernah lupa hari lahir saya. Setiap tahun pasti akan menelepon. Bahkan ketika saya membutuhkan bantuannya, dia pasti tetap akan ada. Hingga suatu saat kami terpaksa berpisah karena keadaan dan kesibukan.
Saya juga tahu dia berusaha mengungkapkannya. Saya tahu kalau dia juga gamang untuk menyampaikannya. Sementara di lain pihak, saya selalu mengatakan bahkan menekankan bahwa kami hanya berteman. Saya hanya menganggapnya teman sejak awal. Mungkin entahlah kalau saat itu dia sudah matang dan bisa lebih gigih perkara ditolak atau diterima ga masalah. Dan mungkin berpikir kalau lebih baik menyimpannya agar hubungan kami tak rusak. Tidak bisa berpisah. Padahal akhirnya berpisah juga.
Percayalah, kalau persahabatan itu akhirnya akan hilang juga. Ketika kalian dewasa. Beda ceritanya kalau kalian memberanikan diri mengungkapkan perasaan. Soal diterima atau tidak, itu adalah perkara nanti. Dan sebenarnya malah bagus kalau semisal kalian bertemu dengan seseorang yang dilandasi dengan persahabatan sebelumnya. Sudah saling tahu sama lain. Sudah saling nyaman. Karena pada akhirnya level tertinggi dari pernikahan adalah teman berbicara. Saling bercerita satu sama lain. Saling nyaman satu sama lain. Bisa berbincang. Tentu saja karena teman hidup.
Jadi, memang benar. Drama ini memang sedikit menggambarkan cara pandang saya terhadap persahabatan dengan lawan jenis. Itu menjadi salah satu cerita hidup yang pernah dijalani dan jadi pelajaran. Memang benar kata salah satu tokoh dalam drama kalau persahabatan antar lawan jenis tidak akan berubah jadi kekasih. Kalau keduanya tak memiliki ketertarikan satu sama lain.