Ketika Orang Kaya Memakai Surat Keterangan Tidak Mampu
Perasaan saya tak keruan, saat membaca beberapa artikel yang dishare di sosial media, tentang orang kaya yang bermental miskin, dengan tega menggunakan SKTM ( Surat Keterangan Tidak Mampu). Apakah mereka ini mengerti, apa arti tidak mampu? Tidak mampu menyekolahkan anak, tidak mampu berobat secara layak, belum tentu bisa makan sehari-hari, belum mampu memakai baju dengan layak, dll. Sangat menyedihkan memang.
Soal orang kaya bermental miskin ini, sering saya jumpai di berbagai tempat, tapi bagaimana lagi, kalau ternyata orang yang seharusnya adil dengan orang tak mampu, justru memberikannya kepada yang tidak berhak.
Ini definisi tidak mampu, menurut saya, orang yang tak mampu, kesulitan mengobati anggota keluarganya, atau bisa jadi dirinya, karena tak ada biaya, ada orang yang berhak mendapatkan sembako, juga ada orang yang seharusnya memiliki prioritas untuk mendapat tempat di sekolah negeri, dll, tapi ironisnya, hak mereka telah diambil oleh orang yang bermental kaya, tapi bisa membeli rumah, baju bagus, mengendarai mobil dan semacamnya.
Saya setuju dan salut, dengan kebijakan dari Ridwan Kamil, Walikota Bandung, mampu memberikan peringatan tegas, dan tak
segan memberikan sangsi. Memang, kalau ingin memberantas praktik ini, harus dibarengi dengam ketegasan dari pemerintah yang bekerja sama dengan kepolisian.
Akhirnya, benar kan? Banyak yang mengundurkan diri dari SKTM, karena takut dipenjara. Mengerikan. Penyelidikan pun menyingkap fakta – sebenarnya sih sudah cerita lama- ada beberapa yang terbilang memiliki rumah bagus, jumlahnya dua lagi, pegawai dari salah satu BUMN ( tak heran kok, ada pegawai BUMN ini yang menelantarkan anak perempuannya dan ibunya), dengan tega memiliki SKTM.
Dimana nuraninya? Saya tak menyangka, ternyata cerita di sinetron semacam hidayah, bisa ditemukan di masyarakat. Apa tujuannya? Selain mengumpulkan materi, menghemat materi, dengan mendapatkan biaya yang murah dan terjangkau, padahal mereka ini mampu memberikan anaknya atau anggota keluarga, kehidupan yang sangat layak. Ternyata kita juga tak bisa menutup peran dari pejabat RT atau RW, ya memang tidak semuanya ( karena kita pantang gebyah uyah – pukul rata-).
Mereka yang bermental miskin ini, juga tak sungkan dan tak segan, mengeluarkan SKTM ini. Padahal menilik dari busana, aksesoris, kendaraan yang dipakai, menandakan orang yang terlihat berkelas. Jadi benar, kalau memberangus mereka yang tak punya hati dan kemanusiaan ini, dengan melibatkan pemerintah setempat dan kepolisian. Buktinya, dengan deadline dua hari dari waktu yang ditentukan, ternyata sudah efektif dalam satu hari, banyak yang mengundurkan diri.
–
Fakta di lapangan, bahkan Anda bisa menemukan dari gugling, blog-blog yang mengulas kepedulian terhadap orang miskin, ada 40 % dari total penduduk Indonesia. Hampir separuh. Kita tak bisa terus menyalahkan pemerintah yang banyak pekerjaan rumah, membenahi negara yang sudah carut marut, karena menata ulang membutuhkan waktu.
Perlu gerakan dari kita yang merasa mampu, memberi, berbagi, juga merasa lebih beruntung. Melakukan apa pun, agar bisa membantu mereka. Saya bisa jadi orang awam dalam hal ini, semoga Alloh memberikan kesempatan untuk berbagi dengan mereka, dengan apa yang saya punya.
Hati saya juga sedih, disaat saya berjuang agar bisa memiliki kebebasan finansial, minimal bisa memiliki kelebihan, dan ingin membaginya dengan mereka, di sisi lain, justru ada banyak orang yang sebenarnya berkecukupan tapi bermental miskin, bagaimana kalau Tuhan mengijabahi Anda yang bermental miskin ini, dan menjadikan Anda orang miskin dalam arti sesungguhnya. Kesulitan mendapatkan fasilitas, karena diambil haknya. Bagaimana?
Kita tak bisa menutup mata, membantu orang lain tak bisa hanya senyuman saja. Membantu juga membutuhkan dana, bukan hanya doa saja. Alangkah baiknya, kalau membantu baik doa dan dana. Doa sebagai penguat dan dana sebagai bentuk ikhtiar untuk membantu. Tatkala membantu dengan uang, bisa kita belikan barang, entah kebutuhan sehari-hari, biaya pengobatan, membelikan baju layak pakai, dll.
Apakah mereka ini tak pernah berpikir, bahagia di atas derita orang lain? Berhemat atas lara mereka yang seharusnya lebih berhak? Dimana letak hati nuraninya? Menutup mata hatinya. Andai saya memiliki kelebihan harta seperti Anda yang bermental miskin itu, saya tak akan memakai SKTM, bahkan saat kondisi ekonomi sesulit apa pun, karena saya merasa, masih ada orang lain yang jauh lebih membutuhkan. Selama saya masih bisa tidur dengan nyaman dengan anak-anak. Tidak merasakan kedinginan dan kepanasan harus hidup diluar, dll. Kalau saya menjadi Anda, ingin sekali membaginya bersama orang yang membutuhkan. Tidak mengambil hak orang lain yang lebih membutuhkan.
Jangan menganggap artikel ini sebagai bentuk riya’ dan semacamnya, karena niat menulis ini, untuk mengeluarkan uneg-uneg agar tak terus mengganjal dan jadi penyakit. Apabila bermanfaat, silahkan dishare dengan mencantumkan link blog ini. Terima kasih.
(Visited 107 times, 1 visits today)