Ini adalah tahun kedua, anakku bersekolah di sekolah menengah pertama. Tak terasa juga ya. Seperti baru kemarin rasanya mengantarkannya mendaftar, dll. Kalau mau diingat kembali, bukan perkara mudah untuk bisa duduk di sekolah baru. Terlebih karena kesalahan dari dukcapil hingga akhirnya anakku bersekolah di situ. Awalnya aku sempat berpikir apakah ini adalah keputusan yang tepat. Keputusan yang dibuat secara cepat. Ternyata ada yang berpendapat sama sehingga akhirnya aku makin yakin dan mantap.
Sebenarnya bisa saja bersekolah di dekat rumah. Dekat sekali malah. Tapi karena kesalahan dukcapil yang entahlah selalu saja salah. Misal membenarkan data A, nanti data A tersebut sudah benar. Eh data C jadi salah. Padahal sebelumnya sudah benar. FYI, data di KK itu hampir 90% salah. Lucu bukan? Suatu waktu aku akan menuliskannya dalam satu postingan yang berbeda.
Dulu, aku sempat berpikir kalau kakak bisa sekolah di SMP dekat rumah. Meski aku gamang juga setelah mendengar dari suami. Kebetulan suami pergi ke perumahan lama kami. Dan diberitahu kalau SMP dekat rumah tersebut sempat didatangi oleh kepolisian. Karena ada beberapa anak yang disinyalir adalah komplotan *****. Maaf aku tak bisa menyampaikannya secara detil. Tentu mengingat ini aku menjadi gamang. Apalagi suami dulu pernah cerita tentang kehidupan SMA-nya yang bisa saja hanya aku yang mengetahuinya. Aku sempat bertanya apakah orangtua tidak mengetahui itu? Jawabannya tidak.
Sebagai ibu dengan anak lelaki. Tentu saja memang ekstra ya. Apalagi tinggal di Jogja yang ada waktunya ah sudahlah toh ini sudah nasional beritanya. Setiap tahun pasti ada aja. Bahkan korbannya adalah anak yang baik, dll.
Seperti yang sudah pernah aku ceritakan di postingan sebelumnya. Aku merasa tak percaya dengan apa yang kualami. Bagaimana tidak? Aku dulu tinggal di sini. Tepat di depan sekolah ini. Bahkan ketika hamil. Aku sering ke Jogja kota menggunakan bus. Aku berhenti tepat di sebelah SMP atau di seberang rumah. Eh, ternyata akhirnya anakku sekolah di sini. Dulu sempat terlintas kalimat, seperti apa ya dalamnya? Sekarang aku bisa masuk dan menikmati menunggu anakku.
Lantas bagaimana sekarang? Makin ke sini anakku makin senang dengan sekolahnya. Tak hanya sekolah yang nyaman. Guru-guru sangat baik. Sekuriti yang care. Teman-temannya yang sangat baik dan peduli. Ah, jujur yang terakhir ini sangat membuatku bersyukur. Bukan berarti lainnya tidak. Kakak memiliki pengalaman tak mengenakkan sebelumnya. Hanya saja dia luar biasa. Bisa bertahan hingga lulus. Kalau mau diceritakan bisa panjang. Lain waktu aku akan cerita deh di postingan yang berbeda.
Bukan berarti sekolah sebelumnya tidak bagus ya? Hanya saja teman-temannya banyak (tidak semua) yang membuatnya nyaman. Ketika mengatakan ke guru. Gurunya seperti meminta permakluman karena latar belakang orangtuanya yang beragam. Tetapi kalau diingat. Sekolah sebelumnya justru dengan latar belakang beragam tapi membuat kakak sangat nyaman. Aku selalu menekankan ke anak-anakku kalau kalian ini awalnya bersekolah di tempat berbeda. Tapi di kelas dua, kakak masuk di sekolah ini. Yang tentu saja, mereka lebih dulu dekat. Kakak dan teman sekelas harus beradaptasi. Lucunya, justru temannya yang baik justru dari kelas lain.
Selain itu dari dulu aku juga menanamkan pemahaman bahwa di sekolah tidak ada aku. Jadi, mereka harus menjaga dirinya sendiri. Gurunya sedikit tidak seimbang dengan jumlah murid. Jadi tidak bisa mengawasi semua. Kurang lebih begitu. Aku ajari cara membela diri sedikit. Minimal mereka bisa tangguh.
Sebenarnya soal kenyamanan di SMP ini sudah tercium sejak awal. Hanya saja aku mau memastikan saja. Melihat anakku nyaman, membuatku urung memindahkan dia. Mengingat pengalaman sebelumnya. Dulu saat di SD lama, aku juga sempat bertanya ke guru yang memang akrab dengan kami. Soal, kira-kira kakak bisa beradaptasi seperti biasanya. Guru itu menjawab iya. Kakak yang awalnya ceria akhirnya berubah pendiam. Dia menjadi peragu, dll. Nilainya sempat banyak yang turun kala itu. Aku memang membiarkan karena sedang proses adaptasi. Rupanya ada beberapa kejadian yang tak mengenakkan.
Aku beberapa waktu yang lalu bertanya ke kakak. Kira-kira akan pindah atau tidak. Dia menjawab tidak mi. Aku juga mengatakan kalau ami juga enggan. Ami tak masalah kalau harus mengantar jemput dalam jarak yang lumayan jauh. Selama kakak nyaman. Kalau kakak nyaman, ami pun tenang. Saat kakak tak masuk karena sakit. Teman-temannya banyak yang nanya. Dia juga sering ngobrol dengan teman-temannya. Dia semakin percaya diri. Bahkan banyak sekali yang mengajaknya kenalan. Tak sedikit yang meminta dia save nomornya. Rupanya kakak banyak yang suka. Hahaha….. Dia dipanggil kiyowo…..
Sekarang aku tinggal memberi semangat tanpa henti. Mengajaknya mengobrol apa pun. Iya, apa pun. Aku tak mau dia cerita dengan orang lain yang siapa tahu malah memberi saran yang tak tepat. Membagi ilmu kehidupan kepadanya. Biar dia juga makin siap….