Novel Online My Love Destiny |
Novel Online My Love Destiny Gamang
Untuk mendapatkan update artikel bermanfaat dari ikamitayani.com silakan bergabung dengan LIKE >>> http://facebook.com/IkaMitayaniCom
Dita terbangun begitu pagi, dengan badan yang terasa pegal. Sedikit nyeri di bagian punggung. Bisa jadi kelelahan beberapa hari ini. Banyak sekali mengirim paket, mengurus stok buku, dan menyelesaikan naskah novel. Kedua jempol Dita mulai memainkan keypad qwerty di badan ponsel, membalas pesanan dan pertanyaan satu per satu. Tidak tahu kenapa, energi Dita begitu besar. Dia mulai melupakan sakit di punggungnya sedikit demi sedikit.
Setelah selesai membalas sms pertanyaan stok buku dan pemesanan buku, Dita mulai membuka akun pribadi Facebook. Muncul tampilan beranda. Terlihat disana, ucapan terima kasih dari Bintang di akun Facebook Putri, karena sudah di approve permintaan pertemanannya. Bintang?
“Terima kasih sudah confirm ya.”
Oh Bintang yang tempo hari mengajak mengobrol di BBM. Memang biasa sih, kalimat tersebut. Tak ada yang istimewa. Bintang ternyata tertarik berteman dengan Putri juga rupanya. Dasar cowok! Bintang sepertinya, termasuk tipe penebar pesona.
Putri kan tidak suka membaca. Mungkin karena cantik? Dita memandangi tulisan itu dengan cemberut. Suasana hatinya sudah rusak pagi ini. Mulutnya mengerucut.
Dering ringtone ponsel pintar Dita berbunyi. Dita hampir dibuat terkejut. Putri menelepon sepagi ini, tentu menyangkut hal yang sangat penting. Panjang umur juga.
“Halo….”
“Halo Dit. Mama sudah pulang belum?” tanya Putri diujung sana.
“Belum, tiga hari lagi. Kenapa Put?”
Hening. Tak ada suara Putri.
“Mau ngajakin kopi darat dengan cowok lagi?” sindir Dita sambil terkekeh.
“Enggaklah! Kapok. Aku mau menginap disana. Rumah sepi.”
Kata-kata Putri meluncur dengan cepat, dan terdengar ceria. Dita tersenyum mendengarnya. Putri mau menginap di rumah. Memang akhir-akhir ini, Dita belum sempat gantian menginap di rumah Putri. Masih banyak hal yang harus dia kerjakan, eh sekarang justru Putri yang memilih menginap di rumahnya. Pasti dia sedang jengah dan jenuh dengan rutinitas di butik.
“Boleh hayuk aja. Aku juga ingin cerita banyak nih.” sahut Dita dengan suara tak kalah riang.
“Okey, tunggu ya.”
Klik.
–
“Dita!” suara Putri begitu nyaring hingga terdengar hingga di ruang belakang rumah Dita. Dita segera bergegas ke ruang tamu. Didapatinya Putri yang sedang membawa tas ransel. Isinya apa saja itu? Pintu ruang tamu telah terbuka, Putri pun masuk ke dalam dan melewatinya untuk masuk ke dalam kamar. Melempar tubuh ke atas spring bed. Senyum terhias di wajah yang berkulit mulus.
“Ada kabar bagus? Banyak orderan?”
Terus terang Dita menjadi penasaran melihat temannya berlaku aneh dan tak biasa. Sejak dari telepon hingga sekarang, ceria sekali. Dia ikut merebahkan diri ke spring bed, persis di dekat Putri. Putri lagi-lagi tersenyum. Apa sih? Dita semakin ingin tahu.
“Kalau orderan banyak itu pasti. Tapi ada yang lebih penting dan menyenangkan untuk kamu.”
Putri membalikkan badan dan menopang dagu dengan kedua tangan. Dita menoleh. Dahinya mulai mengkerut, seraya mencondongkan tubuh, siap menerima kabar baik itu. Putri tertawa saat melihat Dita terlihat mulai penasaran.
“Ada yang add facebookku. Kamu tahu siapa?” tampak mata Putri berbinar-binar. Sudah lama, Dita tak melihat binar itu. Berapa lama ya? Setahun, dua tahun, atau tiga tahun? Jari Dita mulai berhitung. Empat tahun. Jauh lebih lama, daripada kisahnya dengan Gilang. Oiya, apa kabar dengan dia? Semoga saja, dia sudah mendapatkan wanita yang diinginkan, yang pasti bukan Dita.
“Siapa, Put?” tanya Dita dengan perasaan berdebar. Pasti yang akan diceritakan nanti, siapa lagi kalau bukan, “Mas Doktermu!” tebak Dita, akibat Putri yang kelamaan membocorkan berita yang bisa membuatnya tersenyum dan berbinar seperti itu. Putri terkejut mendengar tebakan Dita yang salah total barusan. Dia kemudian meringis.,
“Penasaran ya.”
Mata Putri mengerjap-ngerjap. Ah Dita paling sebal kalau sudah begini. Paling juga….
“Bener! Mas Dokter itu!” teriaknya dengan ekspresi berbunga-bunga. Dita sempat dibuat terkejut bercampur senang.
“Mas Dokter yang ada di klinik sebelah itu?”
Putri menganggukkan kepala dengan senyum yang tersungging begitu lebar.
“Kok dia bisa tahu ya?” ujar Dita dengan lugunya. Putri membelalakkan mata. Tak mempercayai apa yang dia dengar baru saja.
“Ya bisalah. Apa sih yang ga bisa, jaman sekarang ini?”
Dita memandang Putri dengan semangat.
“Aku kan, ninggalin kontakku di berkasmu sebelum kita keluar dari klinik.”
Dita terkekeh, geli. Rupanya kecerdikan Putri belum tumpul akibat patah hati. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk bertemu orang yang bisa menarik hati lagi. Kini mas Dokter itu sudah masuk dalam perangkap pertama. Paling tidak, dia sudah add facebook Putri, tinggal langkah selanjutnya.
“Siapa namanya?”
“Ivan Baskoro. Nama yang bagus kan?” mata Putri mengerjap-ngerjap. Dita memandang cewek disampingnya ini dengan bahagia.
“Kamu tahu? Aku sudah lama tidak merasakan jantung berdegup demikian kencang,, sejak pertemuan pertama itu. Aku berdoa, agar ada keajaiban terjadi.”
Dita mendengarkan cerita Putri dengan seksama.
“Aku menulis nama dan alamat lengkapku, nomor handphone, juga email akun facebook. Konyol ya?”
Dita segera menggeleng. Tidak ada kata konyol, saat orang jatuh cinta.
“Oiya, kamu ada teman baru ya, di Facebook?”
Dita memperbesar ukuran matanya, saat mendengar Putri menanyakan sesuatu yang membuat bingung. Teman baru? Facebook?
“Itu lho, yang namanya Bintang. Aku melihat mutual friend, ada nama kamu disana. Itu kenapa aku segera confirm.”
Putri melirik Dita yang terlihat sibuk dengan majalah di tangannya. “Aku lihat dia juga memiliki minat yang sama dengan kamu. Suka membaca dan menulis. Pemilik penerbitan lagi.”
Dita masih terus membolak-balikkan halaman demi halaman majalah. Putri mendengus kesal. Kalimatnya seperti tidak dipedulikan. “Kamu tak ingin mencoba?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Putri. Dia sendiri juga bingung, dengan kalimatnya. Dia melihat Dita dengan ragu, menunggu jawaban dari mulut sahabatnya. Dita tetap terlihat memilih untuk tidak menjawab. Baginya, pertanyaan yang tak menarik.
Putri menggelengkan kepala. Dita tetap berusaha tidak peduli dengan ucapannya. Buku? Ya, buku. Antara Dita dan Bintang sebenarnya ada ketertarikan yang sama. Kecintaan mereka terhadap buku. Sementara bagi Putri justru kebalikannya, buku adalah barang yang terakhir dipegang, kalau internet tidak bisa menjawab pertanyaannya. Berbeda dengan Dita, buku itu seperti sebuah harta karun dan menarik. Lelaki yang menyukai buku, menurut dia, akan terlihat begitu seksi.
Jaman sekarang, buku tidak identik dengan orang kuper, kurang gaul, kurang update. Mereka juga tampil menarik, dengan penampilan modis, minus kacamata tebal. Justru mereka banyak berpenampilan menarik, seperti Bintang. Cowok itu memang terlihat menarik, nampak dari foto miliknya di Facebook.
Jatuh cinta itu menarik, itu yang ingin dilakukan oleh Putri sekarang. Dia sudah menemukan seseorang yang menarik untuk dikenal. Jujur, meski, Putri belum sepenuhnya mematikan rasa sakit hatinya.
“Aku tak tertarik sama sekali.” tegas Dita tanpa melihat Putri yang masih memandang ke arahnya. Putri mengubah posisi menjadi duduk dan bersila.Tatapannya belum terlepas dari Dita. Dia mendengus, ketika mengetahui Dita masih saja berkutat dengan halaman yang sama, yang terus dibolak-balik. Kedua sudut bibirnya terangkat.
“Hei, iya, kamu tidak tertarik, tapi bukan berarti kamu terus membolak balik halaman yang sama.”
Tawa Putri pun pecah, setelah melihat Dita yang menjadi salah tingkah.
“Aku masih punya Gilang, Put.”
Putri terdiam, mulutnya tercekat. Dia tak mempercayai pendengarannya baru saja. Putri menatap Dita dengan tajam. Sementara gadis yang sedang memegang majalah itu, terlihat kaget dengan ucapannya sendiri.
“Astaga sudah berapa kali aku bilang? Kamu single!”
Putri berbicara begitu keras, hingga membuat Dita ingin membalas. Namun yang ada, tak satu kata pun keluar. Putri sadar, dia memang kelewatan.
“Kamu lupa? Dia meninggalkanmu. Ini sudah berapa bulan?”
Dita diam.
Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing.
“Aku yakin kalian cocok. Entahlah, aku tak bisa jelaskan. Tak ada salahnya mencoba. Seperti aku.”
Putri menerawang pandangannya, ke satu titik. Dita mengangkat dagu dan menoleh. Ada semburat kesedihan di mata Putri.
Dita lalu terbangun dari rebahannya. Menghampiri Putri dan memeluk. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Tak ada yang bisa diperbuat. Luka itu masih ada. Dita tahu itu. Sangat paham atas apa yang dirasakan Putri. Kedua gadis yang mulai beranjak dewasa itu mulai berlinangan air mata. Menganak sungai di sepanjang pipi. Terkadang pelukan seperti ini yang dibutuhkan saat sedih, bukan kata-kata. Ada aliran yang membuat lega di dada ini.
“Coba kamu resapi kata-kataku tadi ya. Coba saja, membuka peluang untuk Bintang. Tak ada salahnya, kan”
Dita hanya bisa menganggukkan kepala. Tak bisa membantah. Ada benarnya kalimat Putri. Tak ada salahnya mencoba.
–
Putri sudah sampai di butik yang terletak di pinggir jalan. Asistennya sudah berada di dalam, sedang merapikan pakaian yang melekat di manekin, di dalam lemari etalase yang terletak di ruang tamu. Putri memandangi butik miliknya ini dan tersenyum. Tak terasa sudah tiga tahun, dia menjalankan bisnis ini.
Baru setahun ini dia bisa memiliki butik di lokasi yang strategis. Ternyata lokasi mampu meningkatkan penjualan. Desain interior yang sedikit beda dengan daya tarik tersendiri, bisa menarik pelanggan yang memiliki kemampuan membeli lebih tinggi dari yang lain.
Kemampuan Putri dalam mendesain baju pengantin menjadi pilihan banyak pelanggan. Hari ini dia memiliki banyak waktu luang. Masa deadline beberapa pesanan baju pernikahan sudah selesai dikerjakan. Pemesan juga merasa puas dengan hasil pakaian yang memukau dan mewah, meski desain sebenarnya cukup sederhana.
Laptop yang berada di atas meja dibuka, kemudian memasang modem berwarna kuning. Putri mengarahkan krusor agar bisa menekan ikon browser. Halaman browser pun terbuka. Putri lalu mengetikkan kata Facebook, Twitter, Blogger di tab yang tersedia. Kangen juga, sudah ada dua minggu tidak sempat update. Kalau pun ada waktu, Putri hanya bisa approve permintaan pertemanan melalui Facebook for Blackberry.
Terlihat ada satu pemberitahuan, kalau memiliki status baru. Putri segera membuka kronologis. Dia tersenyum simpul, saat melihat Bintang mengucapkan terima kasih, karena telah menerima permintaan pertemanan darinya. Putri mengurungkan niat membalas melalui komentar. Sepertinya akan lebih baik kalau menggunakan inbox.
“Halo, sama-sama Bintang. Kamu teman Dita ya?”
Pesan inbox pun terkirim.
Putri menyangga kepala dengan kedua tangan. Entah kenapa, ingin menunggu balasan dari Bintang. Kemarin sih, Putri sudah sempat melihat profil Bintang. Menurut sepengetahuan selama ini, pria ini sesuai dengan Dita. Bisa jadi ini hanyalah insting seorang Putri. Putri melengos saat menyadari sesuatu, insting apa? Buktinya dia sendiri masih saja salah memilih pria. Lelaki itu meninggalkannya. Beruntung, Putri masih memiliki figure yang sangat baik, yang selalu dilihat setiap hari. Siapa lagi kalau bukan papa dan mama. Mereka sudah menikah selama puluhan tahun.
Sementara kalau Dita, jujur dia takut kalau akan berbalik arah,. Putri bergidik ngeri. Bukannya kenapa-kenapa. Dita tinggal berdua dengan mama yang membesarkan dia seorang diri. Tanpa ayah? Ayahnya meninggalkan mama dan dia sendiri, begitu saja. Tak ada sosok yang bisa menjadi acuan dia dalam memandang lelaki dengan baik.
Alasan yang sangat sempurna bagi Putri, untuk memahami sahabatnya itu. Andai, Putri mengalami hal yang sama seperti ini, dia mungkin bakal berpikiran dan bersikap yang sama. Sulit mempercayai apakah cinta itu ada dan tak akan mudah mempercayakan hati pada seseorang begitu saja. Putri mendesah sambil berharap, Dita tidak bersikap seperti apa yang ada dalam pikirannya kini.
Ting!
Suara pemberitahuan dari Facebook, kalau ada pesan masuk. Putri segera tersadar dan segera melihat pesan masuk yang berasal dari Bintang.
“Ehm, teman baru kok. Kamu sahabat Dita ya? Kalau tebakanku tidak salah. Semoga saja benar. Salam kenal Putri. Siapa tahu, kelak aku akan sering bertanya soal Dita.”
Tuh, kan? Betul kan? Bintang sudah ada niat untuk bertanya soal Dita. Tentu kalau tidak ada perasaan tertarik, tak mungkin bersikap seperti itu. Jemari Putri sudah tak sabar untuk mengetikkan berderet kalimat.
“Iya, Bin. Aku dan Dita bersahabat sejak kami berdua masih di bangku SMA. Jadi, sudah kenal luar dalam. Bintang mau tanya apa nih? Suka ya ma Dita?”
Putri segera menekan tombol kirim, setelah menambahkan ikon senyum.
“Putri tahu saja nih. Iya, aku salut dengan dia. Hanya sayang, responnya biasa saja.”
Putri melihat balasan dari Bintang, dan membaca dengan seksama. Dahinya sedikit mengerut, kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Cepat sekali Bintang membalas di jam sibuk seperti ini. Putri membuka tutup botol mineral yang baru saja dia ambil dari lemari pendingin, di samping meja kerja.
“Masa sih? Setahuku, Dita orangnya mudah akrab. Kalian kenal dimana? Berapa lama kenalnya?”
Terkirim.
Putri menunggu jawaban dari Bintang. Dia memutar botol mineral yang telah diminum, dan meletakkan kembali ke meja. Lama tak ada balasan, Putri meraih majalah yang baru terbit. Dia sedang mengamati desain pakaian salah satu model, ketika ada suara notifikasi yang berasal dari inbox baru, terdengar lagi.
“Sekitar satu bulan. Masa sih, dia mudah akrab? Sepertinya kalau aku ajak ngobrol, dia seperti menjaga jarak. Oia, Put, kamu ada pin BBM? Boleh minta? Sepertinya lebih enak kalau mengobrol via BBM.”
Putri mencermati kalimat tersebut. Sepertinya, dia harus membantu Bintang nih. Putri sedikit geram juga dengan Dita, yang masih saja menganggap dirinya masih menjalin kasih dengan Gilang. Bukannya move on dan membuka peluang bagi orang lain, justru bersikap seperti itu. Setahu Putri, Dita akan bersikap begitu, kalau dia sudah memiliki kekasih. Putri segera mengetikkan sederet angka dan dua huruf untuk pin BBM miliknya. Kemudian gadis itu dengan semangat, mengirimkan inbox tanpa membaca ulang.
“Tetap semangat Bin. Dita memang begitu orangnya. Urusan hati kan berbeda. Dia memang tipe wanita yang sulit buat jatuh cinta. Perlu kerja keras untuk mendekati dan meyakinkan hatinya. Ya, kalau Bintang serius, tentu bukan masalah yang besar, bukan?”
Putri kembali mengirimkan inbox. Dia sengaja menantang Bintang secara halus untuk mendekati Dita. Dalam hati, Putri berharap, Bintang adalah lelaki yang baik, satu lagi, dalam memperlakukan wanita.
–
Inbox dari Putri telah muncul di inbox Facebook milik Bintang. Lelaki berparas tampan itu sengaja tidak menutup inboxnya, untuk sekedar melihat beranda atau kronologis. Baginya, segala hal yang berhubungan dengan Dita, adalah sangat penting dan menarik. Bintang termangu memandang pesan yang masuk dari Putri, baru saja.
Hmm, benar juga. Baru mendekati Dita sebulan, kok ingin mendapat respon yang bagus. Tak semua wanita itu sama dan mudah didekati. Mata Bintang berputar-putar. Muncul pertanyaan dalam hati Bintang. Apakah dia kurang tampan? Kurang menarik? Atau kurang lucu? Kata Putri bisa jadi benar, Dita tipikal wanita yang sulit jatuh cinta.